Ketika itu, di tahun 2004, sekelompok anak muda mendatangi tempat-tempat keramaian seperti pasar dan terminal bis. Mereka tidak sedang mengamen karena bukan gitar atau alat musik lainnya yang mereka tenteng, tapi sebuah handycam.
Ya, anak-anak kreatif itu sedang membuat film. Memang terasa aneh saat itu. Film apa? Seperti apa? Mau diputar dimana? Dan sebagainya. Bermacam pertanyaan menghujani mereka. Satu hal, mereka membuat film karena memang harus membuat film.
Setelah selesai shooting selama beberapa hari, masuk tahap pascaproduksi di Yogyakarta. Jadilah sebuah karya film berjudul “Orang Buta dan Penuntunnya” di bawah bendera Laeli Leksono Film.
Film ini konon menjadi film pertama di Purbalingga yang sempat diputar di sekolah-sekolah di Purbalingga, antarkampus, dan kantong-kantong budaya. Sempat pula nongol di TVRI Nasional Jakarta dan diikutkan dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2004.
Sejak saat itulah anak-anak muda Purbalingga terus berkarya sampai sekarang. Tidak hanya itu, jejak mereka pun sekarang banyak diikuti komunitas-komunitas film lain di Purbalingga yang terus bermunculan. Mereka membuat film pendek atau yang dikenal pula sebagai film indie (independen) .
Satu per satu film Purbalingga terlahir dari beberapa komunitas dengan bermacam latar belakang. Screening atau pemutaran film ke sekolah-sekolah terus digelar. Film-film yang khas dan berkarakter Purbalingga mudah diterima karena dekat dengan masyarakat.
Komunitas Bersama
Merebaknya komunitas-komunitas film di Purbalingga dengan karya-karyanya terasa perlu dibentuk wadah atau komunitas bersama. Maka pada 4 Maret 2006 terbentuk lembaga payung bernama Cinema Lovers Community (CLC) atau Komuinitas Para Pecinta Film di Purbaligga yang mendapat dukungan dari rumah produksi lokal, yaitu Laeli Leksono Film, Beda Studio, Bochary Film, Glovision Production, dan SBH Entertainment.
Keanggotaan komunitas ini terbuka bagi siapa saja, baik komunitas maupun perorangan, terutama anak-anak muda atau yang berjiwa muda dari berbagai latar belakang dan tak dibatasi usia.
Tujuan komunitas bersama ini untuk menciptakan wadah atau komunitas pecinta film yang membuka wacana berupa media film khususnya bagi anak muda di Purbalingga. Memberi totonan alternatif yang bersifat mendidik dan menghibur. Pembelajaran seluk-beluk karya film serta menumbuhkan kegairahan membuat film.
Awalnya, kegiatan CLC adalah mengadakan tontonan film dari berbagai jenis dan genre film terutama film-film alternatif untuk kemudian mendiskusikannya. Diharapkan dari kegiatan ini akan tumbuh kegairahan, kecintaan, dan keinginan membuat film.
Tontonan film digelar di Graha Adiguna (oproom) milik Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Purbalingga yang terletak di komplek Pendapa Bupati Purbalingga yang pengelolaannya oleh Bagian Humas Setda Purbalingga. Dengan pertimbangan, gedung ini memiliki fasilitas pemutaran film, disamping letak strategis yaitu di pusat pemerintahan yang memudahkan akses bagi para pecinta film di Purbalingga.
Program bertajuk “Bioskop Kita”, ini diselenggarakan sebulan sekali. Disamping karya sineas lokal juga diputar film dari luar daerah. Sabtu, 6 Mei 2006, pukul 19.30 WIB. program Bioskop Kita diputar perdana.
Harapan Sineas Purbalingga Tinggal Harapan
Baru dua kali dalam dua bulan CLC menyelenggarakan pemutaran film, sudah dilarang menggunakan gedung yang dibangun rakyat. Berdasarkan ‘surat sakti’ dari Bagian Humas Setda Purbalingga Nomor : 499/VII/HMS/ 2006 tertanggal 28 Juni 2006 yang berbunyi : “Dengan Hormat kami sampaikan bahwa Operasional Room Graha Adiguna tidak lagi digunakan untuk pemutaran film karena gedung tersebut hanya untuk ruang data dan perpustakaan serta sebagai penerimaan tamu penting (dari luar daerah)”. Pupuslah harapan sineas muda Purbalingga menjadikan Graha Adiguna sebagai bioskop alternatif.
Malam itu, Sabtu, 8 Juli 2006, Bioskop Kita tak bisa memutar film karya sineas lokal akibat larangan dari Pemkab Purbalingga. Namun Bioskop Kita tetap berjalan dengan menggelar semacam aksi keprihatinan di pelataran Graha Adiguna. Baru berjalan setengah jam, aksi itu pun dibubarkan Satpol PP. Aksi ini kemudian dijadikan film dokumenter dan sempat menyabet gelar film terbaik di Festival Film Dokumenter (FFD) 2006.
Sinema Gerilya
Namun, semangat sineas muda Purbalingga tak patah arang. Sinema gerilya diterapkan. Pemutaran film dengan cara menggelar layar tancap ke berbagai desa di Purbalingga pun diadakan. Pada bulan Agustus, satu bulan setelah pelarangan, menggelar layar tancap di lebih dari 10 desa.
Meskipun kehadiran CLC tak diterima Pemkab, namun sangat ditunggu-tunggu kehadirannya oleh masyarakat Purbalingga. Predikat tontontan mendidik, menghibur dan paling aman di bulan Agustus pun disandang.
Tak puas merangsang masyarakat Purbalingga, CLC melanjutkan gerilya ke Kota Cilacap pada Sabtu, 16 September 2006, pukul 14.30 WIB, di Gedung Kreatif Aula Kelurahan Tritih Wetan, Proliman, Cilacap.
Inilah awal mula jejaring Purbalingga-Cilacap terbangun. Sebelumnya, cukup lama, sejak film pertama muncul karya film di Purbalingga telah terbangun jejaring dengan Kota Purwokerto. Yaitu sejak keikutsertaan film “Orang Buta dan Penuntunnya” di Pesta Sinema Indonesia (PSI) yang digelar YouthPower (YP).
Jejaring Purbalingga (CLC) dan Cilacap (Sangkanparan) menyambungkan jejaring dengan Purwokerto (AFF). Terus terjadi komunikasi dan kunjungan budaya diantara tiga komunitas film antarkota di eks-karesidenan Banyumas ini.
Akhirnya tiga komunitas ini sepakat untuk membentuk semacam wadah komunikasi untuk saling membantu dalam program masing-masing komunitas. Tercetuslah nama Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB) yang bersifat meeting point. Kunjungan budaya dan pasederekan terus terjalin.
Menilik kebutuhan dan kepentingan, JKFB resmi menjadi lembaga asosiasi komunitas film pada Oktober 2007 yang mempunyai visi menjadi lembaga fasilitator dan mediator dalam mengembangkan serta memajukan kegiatan perfilman melalui program kegiatannya dan misi melakukan kerja kolektif serta jaringan dalam berbagai aspek yang dapat memajukan kegiatan perfilman di eks-karesidenan Banyumas.
CLC Terus Bergerak
Pascapelarangan oleh Pemkab, CLC tak henti-henti melakukan kerja-kerja kreatif. Pemutaran film di berbagai tempat dengan kerja sama berbagai pihak yang menginginkan perfilman di Purblingga maju, menggelar layar tancap ke berbagai pelosok desa, sayembara penulisan cerita film pendek, penerbitan buku tentang cerita film pendek dan skenario film pendek, penerbitan buletin bulanan Cinemata, workshop film untuk pelajar SMA, dan produksi film bersama. Disamping, CLC sendiri rajin memproduksi film.
Berbagai festival film pun diikuti dengan CLC sebagai lembaga payung yang mengurus managerial pengiriman film dari berbagai komunitas film yang tergabung. Berbagai nominasi dan penghargaan festival film pun disandang.
Di tahun 2007, tepatnya pada Sabtu, 7 Juli 2007, mimpi lama CLC mewujud. Sebuah festival bertajuk Parade Film Purbalingga (PFP) pertama sukses digelar. Sejumlah 30 film dari produksi tahun 2004 dipertontonkan. Program ini kemudian menjadi even tahunan hingga sekarang.
Pasca penyelenggaraan parade, ada pihak swasta yang lagi-lagi menginginkan perfilman di Purbalingga maju, yaitu café Bamboe mengajak kerja sama dengan memberikan ruang untuk pemutaran film di Purbalingga. Dan sejak September 2007, tepatnya 22 September 2007, konsep program Bioskop Kita dilanjutkan. Bertajuk “Bamboe Shocking Film!”, yang memutar film lokal dan dari luar kota sebagai pembanding dengan dilengkapi diskusi.
Di tahun 2008, tepatnya 16-18 Mei, Purbalingga Film Festival (PFF) yang berasal dari nama Parade Film Purbalingga sukses digelar. Peristiwa ini sebagai salah satu bentuk komitmen terhadap perkembangan film pendek di Indonesia.
Purbalingga Film Festival 2008 dikonsepsikan menjadi sebuah pesta perayaan film-film pendek pilihan dari berbagai kota di Indonesia melalui program-program yang dihelat. Pada titik inilah tercipta kancah pertemuan bagi para seniman visual, komunitas film dan publik peminat. Keseluruhan rangkaian program bersifat terbuka untuk publik, tanpa biaya tiket.
Purbalingga Film Festival (PFF) 2009 telah sukses dihelat pada 21-23 Mei 2009 di Hotel Kencana dan Rumah Makan Nony. Festival ini mengusung dua program besar yaitu Kompetisi dan Non-Kompetisi. Untuk Kompetisi adalah unggulan dengan menggelar Kompetisi Film Pendek Fiksi SMA se-Banyumas Besar.
Sementara di tahun 2010, festival kembali berganti nama menjadi Festival Film Purbalingga (FFP) dan sukses digelar pada 26-29 Mei 2010 di Hotel Kencana. Program terbaru dari festival ini adalah Kompetisi Video Mantenan.
FFP 2011 mengusung program utama Layar Tanjleb di 15 titik desa di 4 kabupaten Banyumas Raya. Festival ini digelar selama sebulan dari 30 April hingga 28 Mei 2011. Sedang dipersiapkan FFP 2012 pada Mei tahun depan.
Hingga saat ini, CLC mengkhususkan diri pada kerja-kerja kreatif, yaitu: Workshop Film, Produksi Film, Pemutaran Film, Database Film, Festival Film. Sampai akhir 2011, sudah lebih dari 100 judul film lahir sejak tahun 2004. Dan CLC terus melakukan kerja-kerja kreatif demi kemajuan perfilman di Purbalingga dan di Indonesia.










0 komentar:
Posting Komentar