14 Tahun Soeharto Lengser Keprabon


14 tahun lalu adalah lengsernya Soeharto setelah berkuasa penuh selama 32 tahun di republik ini. Soeharto menyatakan mengundurkan diri di Istana Merdeka, saat ratusan ribu demonstran mengepung Jakarta.

Lengsernya Soeharto dari jabatan presiden RI dimaknai sebagai tumbangnya rezim orde baru dan digantikan dengan orde reformasi. Namun jauh sebelum dilengserkan mahasiswa, Soeharto sudah pernah menyatakan diri untuk mundur atau 'lengser keprabon, madeg pandhita'. Meninggalnya sang istri, Tien Soeharto membuat pengemban Supersemar ini pincang.

Saat itu, 20 Oktober 1997, di hadapan pengurus Partai Golkar, Soeharto menyatakan bahwa ia ingin mundur. "Lengser keprabon, madeg pandhita. Jadi kalau tidak menjadi pemimpin kerajaan bisa memadeg menjadi pandhita," ujar Soeharto kala itu.




Arti lengser keprabon bagi Soeharto adalah mengundurkan diri secara sukarela dari kedudukan presiden. Sedangkan madeg pandita, maksudnya dia sebagai orang tua yang bijaksana, tinggal di sebuah 'pertapaan' dan selalu bersedia memberi nasihat kepada siapa pun yang membutuhkan. Namun hal ini pun diragukan banyak pihak.

Selama ini, Soeharto memang sangat akrab dengan dunia pewayangan. Soeharto adalah seorang presiden yang Jawa dan njawani serta berusaha teguh memegang prinsip-prinsip filosofi Jawa.

Soeharto pun berupaya memposisikan dirinya seperti tokoh Semar dalam pewayangan, seorang tokoh kawula (batur atau pembantu) namun memiliki kualitas dan kesaktian lebih tinggi dari para dewa sekali pun. Sebagai tokoh Semar, Soeharto selalu berusaha memposisikan diri sebagai 'manusia setengah dewa', yang artinya adalah sabda pandita ratu. Tak heran bila semua titah dan ucapannya harus menjadi hukum atau undang-undang negara dan dilaksanakan.

Bahkan untuk mempopulerkan dirinya, lakon wayang 'Semar Mbangun Kahyangan' menjadi cerita wayang yang paling digandrungi dan paling sering ditampilkan di era Orde Baru. Hampir tiap minggu di layar kaca televisi ditayangkan tentang cerita tersebut, bahkan tak jarang cerita Semar Mbangun Kahyangan ini pun digelar di Istana Negara.

Lakon tersebut seolah juga ingin bercerita Soeharto yang sedang ingin membangun Republik Indonesia. Tak heran gelar bapak pembangunan pun gencarnya dipromosikan ke seluruh pelosok negara melalui media publik seperti televisi, radio maupun koran.

Lalu siapakah sebenarnya Soeharto? Benarkah dia pengejawantahan Semar atau hanya seorang penguasa diktator?

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More