Kasus Puspahastama Piutang Macet, Aktifis Desak Kejaksaan


PURBALINGGA, -Di beberapa koran hari ini (Selasa- red), Komisi II DPRD Purbalingga cenderung menganggap piutang macet yang melilit Perusahaan Daerah Puspahastama, sebagai perkara perdata, bukan kasus korupsi. “Perdata saja, karena lambat laun pasti nanti (piutang-Red) bisa terbayar,” kata Ketua Komisi II, Sunarto (Suara Merdeka | Selasa, 29 Mei 2012).Sebegitu mudahnya Anggota DPRD yang dipilih oleh rakyat pada 2009 yang lalu sudah menghianati rakyatnya. Demikian dikatakan oleh Penggiat LSM Mandat Yudia Pratiana. ” oooh… pantes saja, jika upaya pemberantasan korupsi di Purbalingga selama ini jalan di tempat. Ternyata pihak DPRD sebagai wakil rakyat dan yang punya fungsi kontrol, yg seharusnya lebih pro aktif mendorong pemberantasan korupsi. “Dewan malah sebaliknya… he he…,” Ucapnya. DPRD Purbalingga seharusnya sudah tahu, bahwa macetnya piutang di Puspahastama itu, bukan karena hutang piutang atau jual beli biasa, bukan karena transaksi yang wajar. Tetapi karena transaksi yang tak beres alias fiktif, ada kejanggalan dalam transaksi yang disebabkan oleh kesembronoan manajemen dan pelanggaran terhadap regulasi sehingga merugikan keuangan perusahaan (negara) dan menguntungkan pihak lain.” ini jelas merupakan indikasi kuat, telah terjadi praktek dugaan korupsi… Maju terus kejaksaan..,” lanjutnya
Sementara itu Direktur Institut Negeri Perwira Indaru Setyo Nurprojo mengganggap dewan sudah menghianati rakyat sebagai konstituennya. ” “Forum yang kita buat, media, LSM lainne, BUAT AGENDA HEARING DENGAN KOMISI II DPRD PURBALINGGA.”Ketika mereka di komisi, kan bukan milik partai/konstituen mereka, tp milik rakyat purbalingga…. MINGGU INI KITA AJUKAN SURAT …. setuju ora?…. ben di bongkar sisan sama bae sing melakukan PIUTANG….,” tegasnya.

Para Aktifis Berencana Publik Hearing dan Siap Membongkar
Para aktivis menganggap jebolnya keuangan PD Puspahastama hingga menyisakan piutang macet milyaran rupiah, bermula dari amburadulnya pengelolaan perusahaan oleh direktur. Ada pelanggaran terhadap ketentuan Perda*) yang telah sengaja dilakukan oleh direktur. Pada tahun 2009 praktis perusahaan berjalan tanpa pengendalian dan pengawasan secara prosedural, bahkan bisa dikatakan direktur telah seenaknya sendiri dalam menjalankan perusahaan. Sebab, di tahun ini direktur tidak membuat RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) 2009 sebagaimana diharuskan dalam ketentuan Perda.

Disamping itu saat direktur melakukan trading (perdagangan beras) dengan pihak ke 3 yang nilainya di atas 500 juta juga tidak meminta ijin ke bupati terlebih dahulu. Dari sudut ini saja sudah jelas, bahwa telah terjadi kesalahan mutlak yang telah dilakukan direktur yaitu mengabaikan ketentuan yang ada di perda*), tidak membuat Rencana dan Program Tahunan, RKAP dan tidak meminta ijin bupati.
Di sisi lain, transaksi-transaksi yang telah menyebabkan “piutang” macet tersebut, juga tidak dilengkapi dengan dokumen kontrak yang kuat bahkan beberapa diantaranya adalah fiktif.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan inilah yang telah mengakibatkan kerugian keuangan perusahaan (negara) dan telah menguntungkan pihak lain.

Perda Kabupaten Purbalingga Nomor 6 Tahun 2004 tentang Perusahaan Daerah Pusat Pengolahan Hasil Pertanian Utama Kabupaten Purbalingga. Seperti tercantum dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf b. Direksi PD Puspahastama mempunyai tugas merencanakan dan menyusun program kerja PD Puspahastama 4 (empat) tahun dan tahunan. Para Aktifis mengaggap direktur telah ngawur dalam rencana kerja tahunan sehingga menyebabkan kerugian negara.Pasal 25 Ayat (1) huruf a. Direksi memerlukan persetujuan Bupati untuk mengadakan investasi dan kerjasama Pihak Ketiga dengan nilai Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta) sampai dengan Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Sementara direktur menggunakan transaksi dari bentuk kerjasama dengan pihak ketiga dengan nilai di atas p. 500.000.000,- (lima ratus juta) yang tanpa persetujuan bupati.

Pasal 50 ayat (1) Paling lambat dalam waktu 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir Direksi menyampaikan Rencana Kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RKAP) kepada Bupati dengan persetujuan Badan Pengawas untuk mendapatkan pengesahan.
mengacu ini Direktur semestinya mengajukan RKAP tahun 2009 sejak bulan Oktober 2008. Namun hingga terjadi transaksi dengan pihak ke 3 pada bulan September tahun 2009, direktur tidak pernah membuat RKAP 2009. Ini pelanggaran paling fatal, padahal RKAP harus mendapat pengesahan Badan Pengawas dan bupati. Dengan demikian selama tahun 2009 segala tindakan direktur telah keluar dari prosedur dan kententuan yang ada.(hrm)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More